Jumat, 25 November 2011

ASKEP HIRSPRUNG

I.       Pengertian
Penyakit Hirschprung adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis.

II.    Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.

III. Komplikasi.
Enterokolitis nekrotikans, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi dan septikemia.

IV. Penatalaksanaan.
1.      Konservatif. Pada neonatus dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
2.      Tindakan bedah sementara. Kolostomi pada neonatus, terlambat diagnosis, eneterokolitis berat dan keadaan umum buruk.
3.      Tindakan bedah defenitif. Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan membuat anastomosis.

V.    Asuhan Keperawatan.
A.    Pengkajian.
  1. Identitas.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.  Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
  1. Riwayat Keperawatan.
a.       Keluhan utama.
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
b.      Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.
c.       Riwayat penyakit dahulu.
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung.
d.      Riwayat kesehatan keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.
e.       Riwayat kesehatan lingkungan.
Tidak ada hubungan dengan kesehatan lingkungan.
f.       Imunisasi.
Tidak ada imunisasi untuk bayi atau anak dengan penyakit Hirschsprung.
g.      Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
h.      Nutrisi.
  1. Pemeriksaan fisik.
a.       Sistem kardiovaskuler.
Tidak ada kelainan.
b.      Sistem pernapasan.
Sesak napas, distres pernapasan.
c.       Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
d.      Sistem genitourinarius.
e.       Sistem saraf.
Tidak ada kelainan.
f.       Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Gangguan rasa nyaman.
g.      Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h.      Sistem integumen.
Akral hangat.
i.        Sistem pendengaran.
Tidak ada kelainan.

  1. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
a.       Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
b.      Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
c.       Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
d.      Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
e.       Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.
B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.
2.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.
3.      Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4.      Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
5.      Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status kesehatan anak.


C.     Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan criteria hasil
Intervensi
Rasional
Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.

Pasien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal, tidak distensi abdomen.
1.      Monitor cairan yang keluar dari kolostomi
2.      Pantau jumlah cairan kolostomi

3.      Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi

Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana selanjutnya
Jumlah cairan yang keluar dapat dipertimbangkan untuk penggantian cairan
Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi terganggu.
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.

Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai kebutuhan secara parenteal atau per oral.
1.      Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.
2.      Pantau pemasukan makanan selama perawatan
3.      Pantau atau timbang berat badan.
Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan

Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-3400 kalori
Untuk mengetahui perubahan berat badan
Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.

Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami dehidrasi, turgor kulit normal.
1.     Monitor tanda-tanda dehidrasi.

2.     Monitor cairan yang masuk dan keluar.
3.     Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan

Mengetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnya
Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh
Mencegah terjadinya dehidrasi

Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur
1.          Kaji terhadap tanda nyeri

2.          Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus, ketenangan
3.          Berikan obat analgesik sesuai program
Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya
Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri
Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat

Daftar Pustaka

Kuzemko, Jan, 1995, Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto, cetakan III, EGC, Jakarta.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London.

Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius, Jakarta.

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.



PATHWAY HIRSPRUNG




Kamis, 24 November 2011

ASKEP LANSIA DENGAN HIPERTENSI


BAB I
PENDAHULUAN


1.1         Latar Belakang
Seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Lanjut usia adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari dari usia manusia sebagai makhluk hidup yang terbatas oleh suatu putaran alam dengan batas usia 55 tahun / lebih.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah yang sering terdapat pada usia pertengahan atau lebih, yang ditandai dengan tekanan darah lebih dari normal. Hipertensi menyebabkan perubahan pada pembuluh darah yang mengakibatkan makin meningkatnya tekanan darah.
Dari banyak penelitian epidemiologi didapatkan bahwa dengan meningkatnya umur hipertensi menjadi masalah pada lansia karena sering ditemukan pada lansia. Pada lansia hipertensi menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit jantung koroner. Lebih dari separuh kematian di atas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskular. Secara nyata kematian akibat stroke dan morbiditas penyakit kardiovaskuler menurun dengan pengobatan hipertensi

1.2         Tujuan
1.2.1             Mengetahui definisi dari hipertensi pada lansia
1.2.2             Dapat menjelaskan penyebab terjadinya hipertensi pada lansia.
1.2.3             Mampu menjelaskan patofisiologi hipertensi pada lansia
1.2.4             Mengetahui askep lansia dengan hipertensi



1.3         Manfaat
1.3.1             Memahami  definisi dari hipertensi pada lansia
1.3.2             Memahami  penyebab terjadinya hipertensi pada lansia.
1.3.3             Memahami  patofisiologi hipertensi pada lansia
1.3.4             Memahami askep lansia dengan hipertensi
























BAB II
PEMBAHASAN


2.1         Pengertian
Hipertensi merupakan gangguan kesehatan yang ditandai adanya tekanan sistolik >140 mmHg dan tekanan diastolik >90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001). Menurut WHO (1978), tekanan darah ≥160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.

2.2         Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu :
·      Hipertensi essensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
·      Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas :
·      Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
·      Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.

2.3         Etiologi
Hipertensi pada lansia dapat disebabkan oleh interaksi bermacam-macam faktor, antara lain:
·      Kelelahan
·      Proses penuaan
·      Keturunan                     
·      Diet yang tidak seimbang
·      Stress                           
·      Sosial budaya
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan–perubahan pada :
·      Elastisitas dinding aorta menurun
·      Katub jantung menebal dan menjadi kaku
·      Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun. Kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
·      Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
·      Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
·      Faktor keturunan
Menurut data dari statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
·      Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
a.    Umur (jika umur bertambah maka TD meningkat)
b.    Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan)
c.    Ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih)
·      Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
a.    Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
b.    Kegemukan atau makan berlebihan
c.    Stress
d.   Merokok
e.    Minum alcohol
f.     Minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin)

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :
·      Glomerulonefritis
·      Pielonefritis
·      Nekrosis tubular akut
·      Tumor
·      Vascular
·      Aterosklerosis
·      Hiperplasia
·      Trombosis
·      Aneurisma
·      Emboli kolestrol
·      Vaskulitis
·      Kelainan endokrin
·      DM
·      Hipertiroidisme
·      Hipotiroidisme
·      Saraf
·      Stroke
·      Ensepalitis
·      SGB
·      Obat–obatan
·      Kontrasepsi oral
·      Kortikosteroid

2.4         Tanda dan gejala
Tanda dan gejala hipertensi pada lansia secara umum adalah :
·      Sakit kepala                          
·      Perdarahan hidung
·      Vertigo                                   
·      Mual muntah
·      Perubahan penglihatan            
·      Kesemutan pada kaki dan tangan
·      Sesak nafas                   
·      Kejang atau koma
·      Nyeri dada
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
·      Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
·      Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu : mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual muntah, epistaksis, kesadaran menurun.













2.5         Patofisiologi

http://suka2-bayu.blogspot.com/2011/11/pathway-hipertensi.html


2.6         Komplikasi
Akibat atau komplikasi dari penyakit hipertensi yang dapat terjadi pada lansia adalah :
·      gagal jantung
·      gagal ginjal
·      stroke (kerusakan otak)
·      kelumpuhan.

2.7         Pemeriksaan Penunjang
·      Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel–sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor–faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas dan anemia
·      BUN
Memberikan informasi tentang perfusi ginjal
·      Glukosa
Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi)
·      Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
·      Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
·      Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler)
·      Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
·      Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab)
·      Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal atau adanya diabetes.
·      Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
·      Steroid urin
Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
·      IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal/ureter.
·      Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
·      CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
·      EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi

2.8         Penatalaksanaan
·      Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk:
1.    Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
2.    Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
3.    Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
4.    Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.  
·      Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita hipertensi berupa:
1.    Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun dengan tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
2.    Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan stabil mungkin.
3.    Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
4.    Batasi aktivitas.
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
·      Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a.    Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
1.    Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
2.    Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
3.    Penurunan berat badan
4.    Penurunan asupan etanol
5.    Menghentikan merokok
b.    Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah dianjurkan untuk penderita hipertensi. Macam olah raganya yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu
c.    Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
1.    Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal. Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
2.    Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
d.   Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan)
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
·      Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
a.    Dosis obat pertama dinaikkan.
b.    Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama.
c.    Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
Step 3 :
Alternatif yang bisa ditempuh :
a.    Obat ke-2 diganti
b.    Ditambah obat ke-3 jenis lain
Step 4 
Alternatif pemberian obatnya :
Ditambah obat ke-3 dan ke-4
Re-evaluasi dan konsultasi
Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan (perawat, dokter) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.

2.9         Asuhan Keperawatan
A.  Pengkajian
·      Aktifitas/ istirahat
Gejala    :  Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda    : Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
·      Sirkulasi
Gejala    : Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner aterosklerosis.
Tanda    : Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disrythmia, denyutan nadi jelas, bunyi jantung  murmur, distensi vena jugularis
·      Integritas Ego
Gejala    : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor stress multiple (hubungan, keuangan, pekerjaan)

Tanda    : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang (khususnya sekitar mata), peningkatan pola bicara
·      Eliminasi
Gejala    :  Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat penyakit ginjal ), obstruksi.
·      Makanan/ cairan
Gejala    : Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol), mual, muntah, perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat penggunaan diuretik.
Tanda    : Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.
·      Neurosensori
Gejala    :  Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan penglihatan.
Tanda    :  Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori, perubahan retina optik. Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman tangan.
·      Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala    : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/ masssa.
·      Pernafasan
Gejala    : Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk dengan/ tanpa sputum, riwayat merokok.
Tanda    :  Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan alat bantu pernafasan.
·      Keamanan
Gejala    : Gangguan koordinasi, cara brejalan.
B.  Pemeriksaan Diagnostik
·      Hb: untuk mengkaji anemia, jumlah sel-sel terhadap volume cairan (viskositas).
·      BUN: memberi informasi tentang fungsi ginjal.

·      Glukosa: mengkaji hiperglikemi yang dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
·      Kalsium serum
·      Kalium serum
·      Kolesterol dan trygliserid
·      Urin analisa
·      Foto dada
·      CT Scan
·      EKG
C.  Kemungkinan Diagosa Keperawatan
1.        Gangguan rasa nyaman nyeri (sakit kepala) b/d peningkatan tekanan vaskuler serebral.
2.        Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi inadekuat
3.        Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
4.        Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.
5.        Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangn
6.        Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi  pembuluh darah.
7.        Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang, motorik atau persepsi.
D.  Intervensi
1.        Gangguan rasa nyaman nyeri (sakit kepala) b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan   :    Menghilangkan rasa nyeri
Kriteria hasil :
·      Melaporkan ketidanyamanan hilang atau terkontrol.
·      Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan.
Intervensi :
·      Pertahankan tirah baring selama fase akut.
R/   Meminimalkan stimulasi dan meningkatkan relaksasi.
·      Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misalnya kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher.
R/   Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral, efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
·      Hilangkan/minimalkan aktifitas vasokontraksi yang dapat meningkatkan sakit kepala, misalnya batuk panjang, mengejan saat BAB.
     R/   Aktifitas yang meningkatkan vasokontraksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan vaskuler serebral.
·      Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
R/      Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang berlebihan yang memperberat kondisi klien.
·      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas, diazepam dll.
R/      Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf simpatis.

2.        G3 pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi inadekuat
Tujuan   :    kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
·      Klien menunjukkan peningkatan berat badan
·      Menunjukkan perilaku meningkatkan atau mempertahankan berat badan ideal
Intervensi
·      Bicarakan pentingnya menurunkan masukan lemak, garam dan gula sesuai indikasi.
R/      Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya aterosklerosis, kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intra vaskuler dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi.

·      Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.
R/      Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam program diit terakhir..
·      Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasuk kapan dan dimana makan dilakukan, lingkungan dan perasaan sekitar saat makanan dimakan.
R/      Memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang dimakan dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian pada factor mana pasien telah/dapat mengontrol perubahan.
·      Intruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari makanan dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll) dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan,jeroan).
R/      Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam mencegah perkembangan aterogenesis.
·      Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.
R/      Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual.

3.        Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan   :    tidak terjadi intoleransi aktivitas
Kriteria Hasil :
·      Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan atau diperlukan
·      Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi
·      Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter : frekwensi nadi 20 x/menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan TD, dipsnea, atau nyeri dada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat, pusing atau pingsan.
R/      Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap stress, aktivitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja jantung.
·      Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.
R/      Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual.
·      Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.
R/      Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
·      Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
R/      Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
·      Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.
R/      Jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.

4.        Inefektif koping individu b.d mekanisme koping tidak efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistik.
Tujuan   :    klien menunjukkan tidak ada tanda-tanda inefektif koping
Kriteria Hasil :
·      Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya
·       menyatakan kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi
·      mengidentifikasi potensial situasi stress dan mengambil langkah untuk menghindari dan mengubahnya.



Intervensi
·      Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku, Misalnya : kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan.
R/      Mekanisme adaptif perlu untuk megubah pola hidup seorang, mengatasi hipertensi kronik dan mengintegrasikan terapi yang diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari.
·      Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak mampuan untuk mengatasi/menyelesaikan masalah.
R/      Manifestasi mekanisme koping maladaptif mungkin merupakan indicator marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi penentu utama TD diastolic.
·      Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi untuk mengatasinya.
R/      Pengenalan terhadap stressor adalah langkah pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stressor.
·      Libatkan klien dalam perencanaan perwatan dan beri dorongan partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.
R/      Keterlibatan memberikan klien perasaan kontrol diri yang berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan koping, dan dapat menigkatkan kerjasama dalam regiment teraupetik.
·      Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketimbang membatalkan tujuan diri / keluarga.
R/      Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara realistic untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya.

5.        Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakitnya.
Tujuan   :    Klien menunjukkan peningkatan pengetahuan mengenai penyakitnya
Kriteria hasil
·      Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regiment pengobatan.
·      Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu diperhatikan. Mempertahankan TD dalam parameter normal.
Intervensi
·      Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut.
R/      Mengidentifikasi tingkat pegetahuan tentang proses penyakit hipertensi dan mempermudah dalam menentukan intervensi.
·      Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardivaskuler yang dapat diubah, misalnya : obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kolesterol, pola hidup monoton, merokok, pola hidup penuh stress dan minum alcohol (lebih dari 60 cc/hari dengan teratur).  
R/      Faktor-faktor resiko ini telah menunjukan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskuler serta ginjal.
·      Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
R/      Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minimal klien/orang terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan dan prognosis. Bila klien tidak menerima realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinyu, maka perubahan perilaku tidak akan dipertahankan.
·      Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi (pengertian,penyebab,tanda dan gejala,pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut) melalui penkes.
R/      Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien tentang proses penyakit hipertensi.
6.        Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh darah.
Tujuan   :    Tidak terjadi penurunan curah jantung
Kriteria Hasil :
·      Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah/beban kerja jantung
·      Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima,
·      Memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang normal pasien.
Intervensi
·      Observasi tekanan darah
R/      Perbandingan dari tekanan darah memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan vaskuler.
·      Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
R/      Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati saat palpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi dan kongesti vena.
·      Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
R/      S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium, perkembangan S3 menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels, mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik.
·      Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
R/      Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.
·      Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas atau keributan ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
R/      Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi.
·      Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.
R/      Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan darah.
·      Kolaborasi dengan dokter dalam pembrian terapi anti hipertensi dan diuretik.
R/      Menurunkan tekanan darah.

7.        Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang, motorik atau persepsi.
Tujuan   :    Tidak terjadi cidera
Kriteria hasil:
·      Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap cedera.
·      Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.
·      Meminta bantuan bila diperlukan.
Intervensi:
·      Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.
R/      Membantu menurunkan cedera.
·      Bila penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah ajarkan klien untuk melakukan:
o    Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan.
o    Kaji ekstremitas setiap hari terhadap cedera yang tak terdeteksi.
o    Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion emoltion.
R/      Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien terhadap suhu.
·      Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang berkenaan dengan pengunaan alat bantu.
R/      Penggunaan alat bantu yang tidak tepat atau tidak pas dapat meyebabkan regangan atau jatuh.
·      Anjurkan klien dan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah.
R/      Keamanan yang baik meminimalkan terjadinya cidera
E.   Evaluasi
1.      Apakah rasa nyeri pasien / sakit kepala berkurang ?
2.      Apakah pasien sudah bisa beraktifitas sendiri / mandiri ?
3.      Apakah pola nutrisi pasien seimbang atau normal ?




























BAB III
PENUTUP


3.1         Kesimpulan
·      Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg
·      Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas
o  Hipertensi
o  Hipertensi sistolik terisolasi
·      Hipertensi pada lansia dapat disebabkan oleh interaksi bermacam-macam faktor
·      Komplikasi hipertensi pada lansia adalah
o  gagal jantung
o  gagal ginjal
o  stroke (kerusakan otak)
o  kelumpuhan.
·      Penatalaksanaan hipertensi pada lansia terdiri atas
o  Pencegahan primer
o  Pencegahan sekunder

3.2         Saran
Diharapkan perawat lebih mengerti tentang konsep hipertensi pada lansia dan disarankan perawat  lebih banyak lagi mencari informasi tentang hipertensipada lansia sehingga bisa menambah wawasan yang lebih maksimal dan dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada lansia dengan baik dan benar





DAFTAR PUSTAKA






























 
 

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
DENGAN HIPERTENSI
Dikerjakan untuk memenuhi tugas Keperawatan Gerontik





Logo Stikes Pemkab Jombang copy












Oleh:
Bayu P.M.
NIM. 070201006


S1 Keperawatan IV A

STIKES PEMKAB JOMBANG
Jalan Dr. Soetomo No. 75-77 Jombang

 
Tahun ajaran 2010 / 2011

KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas segala karunia yang telah diberikan kepada kita semua sehingga kita masih berkesempatan untuk bisa menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Hipertensi” sesuai dengan waktu yang diberikan. Adapun makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik Semester VII tahun akademik 2010-2011.
Tak lupa kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan dan bimbingannya kepada :
1.      Bapak Drg. Budi Nugroho, M.PPM, selaku Direktur STIKES PEMKAB Jombang.
2.      Ibu Pepin Nahariani s.Kep., Ns selaku dosen mata kuliah KGR
3.      Semua pihak yang telah membantu kelompok 2 menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan guna memperbaiki kwalitas makalah kami selanjutnya.




Jombang, Oktober 2010


Penyusun


ii
 

DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL....................................................................................          i
NAMA KELOMPOK...................................................................................         ii
KATA PENGANTAR  ................................................................................        iii
DAFTAR ISI ................................................................................................        iv
BAB I       PENDAHULUAN
1.1      Latar Belakang.....................................................................         1
1.2      Tujuan .................................................................................         1
1.3      Manfaat................................................................................         2
BAB II      PEMBAHASAN
2.1      Pengertian ...........................................................................         3
2.2      Klasifikasi............................................................................         3
2.3      Etiologi  ..............................................................................         3
2.4      Tanda dan Gejala.................................................................         5
2.5      patofisiologi ........................................................................         7
2.6      Komplikasi ..........................................................................         8
2.7      Pemeriksaan Penunjang ......................................................         8